Antara Teman dan Sahabat

Entah bagaimana dengan anda, namun dari dulu hingga sekarang saya selalu menemukan fakta bahwa kebanyakan orang yang saya kenal menganggap dua kata yaitu : “Teman” dan “Sahabat” memiliki pengertian yang berbeda. Mereka mengatakan bahwa “Sahabat” bisa dibilang memiliki porsi yang lebih tinggi dari hanya sekedar “Teman”. Semua orang yang dikenal bisa disebut teman namun tidak semuanya bisa disebut sebagai sahabat. Ada juga yang mengatakan bahwa pengertian dari “sahabat” adalah teman dekat yang telah mengerti betul dan dimengerti betul oleh orang yang menyebutnya sahabat.
Entah bagaimana dengan anda, namun bagi saya tidak ada yang berbeda dari teman dan sahabat. Saya selalu menyebut semua teman saya sebagai sahabat, tidak peduli siapa mereka atau bagaimana mereka. Saya juga tidak terlalu peduli apakah mereka menganggap saya sebagai “sahabat” atau “teman” dalam versi mereka masing-masing. Tidak salah juga sih jika ada beberapa orang yang menganggap bahwa pengertian dari sahabat dan teman itu berbeda, mungkin itu membuat mereka dapat membedakan mana orang yang lebih pantas untuk mendapatkan perhatian lebih dari mereka. Biasanya mereka menganggap bahwa sahabat adalah orang yang ada di saat suka maupun duka, mereka berkeyakinan bahwa orang-orang yang seperti ini patut untuk diberikan porsi kedudukan yang lebih baik ketimbang hanya sebutan sebagai teman yang dinilai tidak terlalu penting dibanding sahabat yang selalu lebih penting. Lalu bagaimana dengan pengertian dari kata teman? Uniknya disini, dari beberapa teman yang saya miliki selalu menganggap orang yang mereka kenal sebagai teman mereka. Tidak peduli apakah itu hanyalah pertemuan singkat dan perkenalan basa-basi yang telah terjadi 2 tahun yang lalu namun ketika ia melihat orang tersebut maka ia akan langsung mengatakan “Hei, itu temanku lho !” Begitu antusiasnya menyebut seseorang sebagai seorang teman, padahal mungkin orang yang ia sebut sebagai temannya itu sudah tidak ingat lagi tentang perkenalan singkatnya 2 tahun yang lalu. Uniknya lagi, ke;ngawuran dalam menafsirkan pengertian “teman” ini seolah sudah merupakan hal yang lazim. Coba lihat bagaimana ketika saya berada di tengah-tengah percakapan kedua teman saya yang baru saja berkenalan berikut ini :
Teman 1 : “Kuliah dimana mas?”
Teman 2 : “Di Universitas bla-bla-bla.”
Teman 1 : “Wah saya punya teman yang juga kuliah disitu tuh.”
Teman 2 : “Wah, namanya siapa?”
Teman 1 : “Hmm.. Namanya Indra ato Hendra gitu.”
Saya      : “Lho?”
Teman 2 : “Anak fakultas apa?”
Teman 1 : “Hmm,,, saya lupa”
Teman 2 : “Orangnya yang kayak gimana?”
Teman 1 : “Hmm… Orangnya tinggi kurus gitu”
Saya      : (Garuk-garuk kepala)
Teman 2 : (Berpikir sejenak)
Teman 1 : “Lha mas sendiri ambil jurusan apa?”
Teman 2 :”Oh saya ambil bla-bla-bla” (dan obrolanpun mulai berpindah topik dari futsal, Liga Inggris, hingga kekesalan terhadap pemblokiran situs-situs video porno)
Dari percakapan di atas, sudah jelas khan kalo si Teman 1 benar-benar ngawur, ia mengatakan bahwa ia meiliki seorang teman yang juga kuliah di kampus yang sama dengan si Teman 2, namun jangankan Fakultasnya apa lha wong nama orang yang ia sebut sebagai temannya sendiri saja dia malah ragu-ragu, tentang ciri-ciri orang yang ia ceritakan tersebut juga cuma sekedarnya aja (saya yakin orang berperawakan tinggi kurus ada sangat banyak di sebuah kampus ya khan). Lha titik parahnya adalah ketika si Teman 1 tiba-tiba langsung beralih ke topik pembicaraan yang lain, dan akhirnya topik tentang si “teman” yang dibicarakan di awal percakapan tadi tiba-tiba dianggap tidak penting lagi, padahal mungkin nih kalo mau ditelusurin (gak penting kalee ya) sosok pria yang bernama Indra atau Hendra tadi malah mungkin tidak kuliah di kampus yang sedang dibicarakan tsb, atau malah mungkin juga orang yang sedang dibicarakan tersebut bukan bernama Indra atau Hendra melainkan bernama Badra dan sudah meninggal 1 tahun yang lalu (lha tambah ngawur khan). Lalu dengan kenyataan seperti itu apakah si Teman 1 itu tadi pantas menyebut dirinya sebagai teman dari seseorang yang bahkan namanya saja ia tidak yakin.
Dari sini sepertinya kebanyakan orang sangat cerdas dalam urusan membedakan pengertian antara “Sahabat” dan “Teman” namun sangat ngawur dalam membedakan pengertian antara “Teman” dan “Kenalan”. Saya pribadi lebih senang menyebut orang yang baru saya kenal sebagai “Kenalan” saja, bahkan beberapa orang yang telah saya “kenal dalam waktu yang cukup lamapun akan tetap saya sebut sebagai ”Kenalan” jika saya belum terlalu banyak mengenal kepribadiannya. Tentu akan sangat memalukan bagi saya jika saya menyebut seseorang sebagai teman namun kenyataannya saya sendiri bahkan tidak tau siapa dan apa dia.
Lalu bagaimana dengan pengertian “Sahabat” bagi saya? Bagi saya, sahabat adalah teman, dan teman adalah sahabat. Tidak ada yang mendapatkan porsi lebih maupun porsi kurang. Kenyataanya saya memang mengakui tentang adanya teman dekat, namun bukan berarti teman dekat adalah orang yang harus selalu hadir di saat senang maupun susah, bagi saya cukup sebagai teman ngobrol sambil merokok di depan rumah saja sudah bisa saya kategorikan sebagai teman dekat. Lalu apakah dengan begitu kok sepertinya saya kurang menghargai makna dari hubungan pertemanan ya? Uups tunggu dulu, saya memiliki pola pikir itu karena saya justru tidak ingin mengkotak-kotakkan makna dari hubungan pertemanan itu sendiri, jika saya memberikan porsi yang berbeda dalam pengertian antara “Teman” dan “Sahabat” lalu selalu lebih memntingkan semua hal yang berurusan dengan sahabat dan mengesampingkan semua hal yang berurusan dengan teman maka bagaimana dengan orang-orang yang saya anggap hanya sebatas teman? Apakah mereka juga dapat memahami pemikiran konyol semacam itu?
Karena itu sudah sepantasnya bagi saya sendiri untuk menyamakan pengertian antara “Teman” dan “Sahabat”. Saya tidak akan kaget jika anda mungkin tetap bersikukuh dengan keyakinan dan pengertian ala anda sendiri. Mungkin bagi anda dua buah kata yaitu : “Teman” dan “Sahabat” memiliki makna yang lebih dalam dari hanya sekedar “Kata”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar